Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR Dengan Prinsip Syariah
1.1 Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
1.1.1
Pengertian
Bank Perkreditan Rakyat (BRP)
Bank
Perkreditan Rakyat ( BPR ) adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani
golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah. Dengan lokasi yang pada umumnya
dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. BPR sendiri merupakan
lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992
tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10
tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua
jenis bank, yaitu Bank
Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR).
Landasan
Hukum BPR ialah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
membuat UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas telah disebutkan bahwa
BPR adalah Bank yang melaksanakan segala kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk
melayani usaha-usaha kecil serta masyarakat di daerah pedesaan pada dasarnya.
Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas maupun Perusahaan Daerah, atau
Koperasi.
1.1.2
Sejarah
Perkembangan BPR
Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dimulai
sejak jaman penjajahan Belanda, Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai sejak
abad 19 dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat (BKR), yang dibangun dengan tujuan
membantu para petani, pegawai, dan buruh agar dapat melepaskan diri dari
jeratan para lintah darat (rentenir) yang membebankan dengan bunga sangat
tinggi. Pada masa Pemerintahan Koloni Belanda, Perkreditan Rakyat dikenal
masyarakat dengan istilah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang
Desa, yang saat itu hanya ada di Jawa dan Bali. Tahun 1929 berdiri badan yang
menangani kredit di pedesaan yaitu, Badan Kredit Desa (BKD) yang terdapat di
pulau Jawa & Bali, sementara untuk Pengawasan dan Pembinaan, Pemerintah
Kolonial Belanda membentuk Kas Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat, dengan nama
lembaga yaitu Instansi Kas Pusat (IKP).
Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah mendorong pendirian
bank-bank Pasar yang terutama sangat dikenal karena didirikan dilingkungan
pasar dan bertujuan untuk memberikan pelayanan jasa keuangan kepada para
pedagang pasar. Bank-bank Pasar tersebut kemudian berdasarkan Pakto 1988
dikukuhkan menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sejak itu BPR di Indonesia tumbuh dengan subur. Pada
tangal 27 Oktober 1988 Pemerintah menetapkan kebijakan diregulasi PerBankan
yang dikenal sebagai Pakto 88, sebagai kelanjutan dari Pakto 88, Pemerintah
mengeluarkan beberapa Paket ketentuan dibidang perbankan yang merupakan
penyempurna ketentuan sebelumnya. Sejalan dengan itu, Pemerintah menyempurnakan
UU No.14 Th.1967. Tentang pokok-pokok perbankan, dengan mengeluarkan
undang-undang No.7 Th.1992 tentang perbankan. Undang-undang tersebut
disempurnakan lebih lanjut dalam Undang-undang No.10 th.1998. Dalam
undang-undang ini secara tegas ditetapkan bahwa jenis Bank di Indonesia adalah
Bank Umum & Bank Perkreditan Rakyat (BPR). BPR hanya dapat didirikan dan
dimiliki oleh warga Negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh
pemiliknya warga Negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki
bersama di antara ketiganya. Bank umum dan BPR yang bentuk badan hukumnya
Perseroan Terbatas sangat dimungkinkan untuk mengalami perubahan kepemilikan.
Perubahan kepemilikan ini terutama karena bank umum dan BPR yang bentuk
hukumnya Perseroan Terbatas dapat menerbitkan saham, meskipun hanya saham atas
nama. Khusus untuk bank umum dapat menjual sahamnya melalui emisi saham di
bursa efek. Saham yang harus diterbitkan berupa saham atas nama agar Bank
Indonesia tetap dapat memonitor perubahan kepemilikan bank. Meskipun kepeilikan
sangat mungkin terjadi dengan cara jual beli saham di bursa efek, tetapi
mengingat sahamnya atas nama maka perubahan tersebut dapat terus dipantau oleh
Bank Indonesia untuk tujuan pengawasan dan pembinaan.
1.1.3
Funsi
BPR
Bank Perkreditan Rakyat juga memiliki beberapa fungsi di antaranya
adalah dimana, Bank Perkreditan Rakyat yang biasa disingkat dengan BPR
adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro,
kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat
masyarakat yang membutuhkan. BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima
simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, atapun bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Fungsi BPR
tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan
menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran
kredit kepada masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat
Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan
lebih sederhana, dan sangat mengerti akan kebutuhan Nasabah. BPR merupakan
lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara
jelas disebutkan bawah ada dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan BPR.
1.1.4
Usaha
BPR
Usaha BPR
meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan
keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread
effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :
1.
Menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
2.
Memberikan kredit.
3. Menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
4. Menempatkan
dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka,
sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat
yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.
Akan tetapi ada beberapa jenis usaha seperti yang
dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan
BPR adalah :
1.
Menerima simpanan berupa giro.
2.
Melakukan kegiatan usaha dalam valuta
asing.
3.
Melakukan penyertaan modal dengan
prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat
menengah ke bawah.
4.
Melakukan usaha perasuransian.
5.
Melakukan usaha lain di luar kegiatan
usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.
1.2 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
1.2.1
Pengertian
BPRS
Bank Perkreditan Rakyat Syariah atau sering disebut BPR
Syariah adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola
oprasionalnya mengikuti prinsip-prinsip syariah ataupun muamalah islam.
Dimaksudkan dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah BPR biasa yang
oprasionalnya mengikuti prinsip-prinsip muamalah. Usaha Bank Perkreditan Rakyat
(termasuk BPR Syariah) meliputi penyediaan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil keuntungan sesuai
dengan yang ditetapkan dalam PP No.72 Tahun 1992 Tanggal 30 Oktober 1992. Menurut peraturan pemerintah tersebut, Bank
(Bank Umum maupun BPR) yang melakukan usaha semata-mata dengan prinsip bagi
hasil berdasarkan Syariah yang digunakan oleh Bank berdasarkan prinsip bagi
hasil dalam menetapkan imbalan:
a.
Yang
akan diberikan kepada masyarakat sehubung dengan dana masyarakat yang
dipercayakan pada Bank.
b.
Yang
akan diterima sehubung dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk
pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja.
c.
Yang
akan diterima sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim
dilakukan.
1.2.2
Sejarah
Perkembangan
Bank Perkreditan
Rakyat (BPRS) pertama kali dikenalkan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada
akhir tahun 1977, pada masa BRI menjalankan tugasnya yaitu sebagai Bank Pembina
lumbung desa, bank pasar, bank desa, dan bank pegawai. Pada masa itu seluruh
bank tersebut diberi nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Menurut Keppres No. 38
tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah jenis bank
yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4 UU.No. 14 tahun 1967 yang meliputi bank
desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank lainnya. Sebagian dari
paket kebijakan moneter dan perbankan, status hukum Bank Perkreditan Rakyat
(BRP) baru diakui pertama kali dalam pakto tanggal 27 Oktober 1988. BPR yang
merupakan wujud dari beberapa lembaga keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung
Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan
Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD). Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha
Rakyat Kecil (KURK) , Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bnak Karya Desa
(BKPD) dan beberapa lembaga lainnya. Kemudian sejak dikeluarkannya UU No 7
Tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberdaan lembaga-lembaga keuangan tersebut
sttaus hukumnya diprjelas melalui ijin dari Menteri Keungan.
Dalam
perkembangannya BPR yang tumbuh semakin banyak yang menggunakan
prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanannya serta diberikan nama
BPR Syariah. BPRS yang pertama kali berdiri adalah PT. BPR Dana Mardhatillah,
yang berada di Kecamatan Margahayu, Bndung. PT BPR Berkah Amal Sejahtera, yang
berada di Keacamatan Padalarang, Bandung
dan PT Amanah Rabbbaniyah, yang berada di kecamatan Banjaran, Bandung. Pada
tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut telah mendapat ijin prinsip
dari Materi Keuangan RI dan mulai beriperasi pada tanggal 19 Agustus 1991.
Di
lain sisi, latar belakang didirikannya BPRS adalah sebagai langkah aktif daam
restrukturasi, perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam paket kebijakan,
keuangan, moneter, dan perbankan secara umum. Secara khusu mengisi peluang
terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest)
yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai system perbankan bagi hasil atau
system perbankan Islam dalam skala outlet retail banking (rural bank). UU No 10
tahun 1998 merubah UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Nampak lebih jelas dan
tegas mengenai status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13,
usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi ; Menyediakan
pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prisip syariah, sesuai dengan
ketntuan yang ditetapkan oleh BI. Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan
dalam bentuk SK Direksi BI No. 32/34/Krp/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank
Umum berdasarkan Prinsip Syariah Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12
Mei 1999 dan Surat Edaran Bing Bank Perkreditan No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei
1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah. Sejak awal
kemunculannya hingga November 1002 perkambangan Bank Syariah yang terus
berkembang pesat dan membuahkan 81 BPRS. BPRS tersebut pada 18 provinsi yang
berada di Indonesia.
1.2.3
Syarat
Pendirian BPRS
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi
dalam pendirian BPRS :
a.
Persyaratan Umum
1.
Memperoleh izin dari Menkeu RI dengan
pertimbangan BI
2.
Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan
daerah, koperasi dan PT
3.
Didirikan dan dimiliki oleh Pemda,
koperasi dan PT
4.
Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di
luar ibu kota negara, ibu kota Dati I dan Dati II
5.
Wilayah pelayanan mencakup desa – desa
dan perkotaan di satu wilayah kecamatan kedudukan BPRS
6.
Usaha meliputi tabungan dan deposito
berjangka dan memberikan kredit kepada pengusaha kecil
7.
Modal disetor minimal Rp 50.000.000,-
8.
Penanaman modal aktiva tidak boleh
melebihi 50% dari modal sendiri
9.
Mayoritas direksi harus berpengalaman
dalam operasional bank minimal satu tahun.
b.
Permohonan Izin Arsip
1. BPRS
berbentuk PT
a. Siapkan modal
disetor minimal Rp 15.000.000,- atau 30% dari total modal disetor
b. Siapkan minimal dua nama yang akan dipakai
BPRS dan selanjutnya minta persetujuan ke Departemen Kehakiman
2.
BPRS tidak berbentuk PT
Menyesuaikan diri dengan ketentuan yang telah digariskan
oleh departemen terkait
seperti :
a.
Permohonan Izin Arsip
Mengajukan permohonan tertulis ke Menkeu RI dengan
melampirkan :
Ø Rencana akte
pendirian dan AD BPRS
Ø Rencana kerja
BPRS pada tahun pertama
Ø Daftar calon
direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah
Ø Photocopy bukti
setoran sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah
c.
Permohonan
Izin Usaha
Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu
RI dengan melampirkan :
Ø Photocopy bukti
setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah
Ø Copy AD BPRS
yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI
Ø Photocopy NPWP
BPRS
Ø Menyampaikan
prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan
Ø Mengirimkan
data pengurus BPRS
Ø Photocopy
situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS
d.
Persiapan Pra Operasional BPRS
BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda
setempat untuk memperoleh WDP ( Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU ( Surat Izin
tempat Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan operasionalnya selambat –
lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS pun harus
melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan mempersiapkan
logo bank.
e.
Laporan Pembukuan
Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan
kepada BI setempat dengan melampirkan Neraca Awal.
1.2.4
Tujuan
Pendirian BPRS
Adapun tujuan
yang dikehendaki dengan berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah:
1. Meningkatkan
kesejahteraan ekonomi umat islam terutama masyarakat golongan ekonomi.
2. Meningkatkan
peningkatan perkapita
3. Menambah
lapangan kerja terutama di kecamatan-kecamatan.
4. Mengurangi
urbanisasi
5. Membina
semangat ukhuah islamiah melalui kegiatan ekonomi
1.2.5
Penilaian
Kesehatan BPRS
Untuk
tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarakan prinsip syariah
(BPRS), Bank Indonesia mengeluarkan aturan baru yang muali berlaku 4 Desember
2007, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/17/PBI/2007 perihal Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
mengatur penilaian tingkat kesehatan
BPRS mencakup penilaian di antaranya :
1.
Faktor permodalan (capital)
2.
Faktor kualitas asset (asset quality)
3.
Faktor rentabilitas (earning)
4.
Dan factor likuiditas (liquidity) atau
faktor keuangan dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
5.
Penilaian atas kompenen dari faktor
manajeman (management) yang dilakuakn secara kualitatif.
Rincian
penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan prinsip
syariah adalah sebagai berikut :
1.
Penilaian secara kualitatif dilakukan
dengan mempertimbangkan indicator pendukung dan pembanding yang relevan.
2.
Peringkat setiap komponen pembentuk
faktor keuangan terdiri dari peringkat 1,2,3,4,dan 5.
3.
Peringkat setiap komponen pembentuk
faktor manajemen terdiri dari peringkat A,B,C,D.
4.
Proses penilaian peringakt faktor
keuangan dilakukan dengan pembobotan atas nilai peringkat faktor permodalan,
kualitas asset, rentabilitas, dan likuiditas.
5.
Berdasarkan hasil penilaian peringakt
faktor keuanagn dan penilaian peringkat faktor manajemen, ditetapkan peringkat
komposit yang merupakan peringakt akhir hasil penilain tingakt kesehatan bank.
6.
Proses penilaian peringkat komposit
dilaksanakan melalui penggabungan atas peringkat faktor keuanagn dan peringkat
manajemen menggunakan table konversi dengan mempertimbangakn indicator
pendukung dan unsure judgment.
Kemudian, untuk
menentukan Peringkat Komposit yang merupakan peringkat akhir hasil penilaian
Tingkat Kesehataan Bank ditetapkan sebagai berikut :
|
No
|
Peringkat
|
Keterangan
|
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Komposit
1
Komposit
2
Komposit
3
Komposit
4
Komposit
5
|
Bank
memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari
pengelolaan usaha yang sangat baik.
Bank
memiliki kondisi tingkat kesehatan yang baik sebagai haasil dari pengelolaan
usaha yang baik.
Bank
memiliki kondisi tingkat kesehatan yang cukup baik sebagai hasil dari
pengelolaan usaha yang cukup baik.
Bank
memiliki kondisi tingkat kesehatan yang kurang baik sebagai akibat dari
pengelolaan usaha yang kurang baik.
Bank
memiliki kondisi tingkat kesehatan yang tidak baik sebagai akibat dari
pengelolaan usaha yang tidak stabil.
|
Dengan kata
lain, berarti setiap komposit memberikan penilaian terhadap kondisi kesehatan
bank berikut ini :
1.
Peringkat Komposit 1; mencerminkan bahwa
bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari
pengelolaan usaha yang sangat baik.
2.
Peringkat Komposit 2; mencerminkan bahwa
bank memliki kondisi tingkat kesehatan yang baik sebagai hasil pengelolaan
usaha yang baik.
3.
Peringkat Komposit 3; mencerminkan bahwa
bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang cukup baik sebagai hasil
pengelolaan usaha yang cukup baik.
4.
Pringkat Komposit 4; mencerminkan bahwa
bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang kurang baik sebagai akibat
pengelolaan usaha yang kurang baik.
5.
Peringkat Komposit 5; mencerminkan bahwa
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang tidak baik sebagai akibat
pengelolaan usaha yang tidak baik.
Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) wajib melakukan penghitungan rasio-rasio keuangan yang terkait
dengan penilaian Tingkat Kesehatan BPRS secara triwulan, untuk posisi akhir
bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
1.2.6
Kegiatan
Usaha BPRS
Sebagai lembaga
keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat
memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Namun
demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat
melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
1.
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan
kredit.
3.
Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4.
Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka,
sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
1.2.7
Badan-Badan Pengembang BPRS
Dalam rangka meningkatkan dan mengembankan kegiatam dan
pelaksanaan yang ada dalam badan usaha BPR syariah maka suatu badan dari
BPR syariah menyelengarakan dan membentuk suatu kegiatan yang dapat
meningkatkan BPR syariah yakni dengan memberikan pelatihan, pendidikan dan
tehnical asissistance untuk BPR syariah yang akan tumbuh. Hingga saat ini
minimal sudah terbentuk 2 yayasan yang turut serta dalam pengembangan kegiatan
BPR syariah anatara lain :
1.
IESD (institute for syariah economic
development)
Dalam hal ini
secara bebrkesi
nambungan IESD
akan terus melakanakan program pendirian/ pemberian bantuan teknis kepada BPR
syariah di Indonesia khsusunya daerah potensial umat islam. Dan ada beberapa
program yang yang telah dilaksanakan yakni berupa teknis bagi pendirian BPR
syariah diberbagai tempat di Indonesia.
2.
Badan yang membantu dalam
kegiatan Yayasan Pendidikan dan
pengembangan Bank Syariah
(YPBS)
Merupakan suatu bentuk kerja sama antara bank muamalat
Indonesia dengan ICMI. Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan
dan mengembangkan BPR syariah di seluruh tanah air. Kegiatan – kegiatan YPBS
antara lain :
a.
Pendidikan baik
basic untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi, maupun
intermediate bagi para praktisi yang telah memiliki minimal 2 tahun pengalaman
di sector perbankan.
b.
Membantu proses pendirian.
c.
Memberikan technical assistance.
d.
Selain dari beberapa usaha yang telah
dilakukan diatas ada hal lain yang di usahakan untuk meningkatkan kegiatan
operasional dalam BPR syariah yang berkaitan dengan pendidikan yakni berupa
pengembangan inkubasi bisnis (INBIS).
3.
Pengembangan Inkubasi Bisnis (INBIS)
Berdasarkan
riset yang dilakukan Bank Indonesia, Pengembangan INBIS melibatkan perguruan
tinggi sebagai upaya mempersiapkan perguruan tinggi menuju entrepreneurial
university melalui pengembangan budaya kewirausahaan dengan cara :
a.
Menumbuh kembangkan budaya kewirausahaan di lingkungan perguruan tinggi.
b.
Mewujudkan sinergi potensi perguruan tinggi dengan potensi dunia usaha sehingga
dapat menumbuhkembangkan IPTEK sesuai kebutuhan.
c.
Mendorong pemanfaatan potensi bisnis akademik dan nonakademik yang bernilai
komersial.
d.
Meningkatkan peluang keberhasilan wirausaha baru melalui kegiatan pelayanan
konsultasi terpadu.
e.
Menumbuh kembangkan kegiatan-kegiatan yang mendorong terwujudnya unit-unit
usaha sebagai sumber pendapatan (income generating unit) di perguruan
tinggi dalam mengantisipasi otonomi perguruan tinggi.
b. Dan
Lembaga/departemen yang berperan dalam Inkubator Bisnis antara lain Kementerian
Koperasi dan UKM, Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Kementerian
Riset dan Teknologi serta Departemen Pendidikan Nasional.
1.2.8
Laporan Wajib yang Wajib Dilaporkan BPRS
A. Dalam Ketentuan
Umum
1) BPRS Pelapor bertanggungjawab atas kebenaran dan
kelengkapan isi Laporan Bulanan serta ketepatan waktu penyampaian Laporan
Bulanan kepada Bank Indonesia.
2) BPRS wajib menyampaikan laporan BMPK kepada Bank
Indonesia yang berisi :
Ø Fasilitas kredit kepada peminjam dan kelompok peminjam
yang melampaui BMPK
Ø Seluruh fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR.
Ø Laporan tersebut wajib disampaikan setiap bulan
selambat-lambatnya tanggal 14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan laporan
yang bersangkutan.
B.
Laporan
Berkala
Adalah laporan keuangan dan hasil usaha
yang terdiri dari neraca, laba rugi, rekening-rekening administratif dan daftar
rincian pos-pos neraca dimaksud. Laporan Bulanan BPR wajib disampaikan selambat-lambatnya
tanggal 14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan laporan, sementara Laporan
Bulanan Gabungan bagi BPR yang memiliki Kantor Cabang selambat-lambatnya
tanggal 16 (enam belas) setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.
Laporan
Bulanan BPRS yang selanjutnya disebut Laporan Bulanan adalah laporan keuangan
yang disusun oleh BPRS untuk kepentingan Bank Indonesia, yang disajikan menurut
sistematika yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam format dan definisi yang
seragam serta dilaporkan dengan menggunakan sandi-sandi dan angka. Laporan
Bulanan yang mencakup seluruh aspek keuangan dalam BPRS antara lain :
a. Neraca
b. Daftar Rincian Laba Rugi
c. Rekening Administratif
d. Daftar Rincian
dari pos-pos dalam neraca dan pos-pos tertentu dari rekening administratif
serta rincian informasi penting lainnya.
C.
Rencana Kerja Tahunan
Adalah rencana kegiatan dan anggaran selama 1
(satu) tahun takwim yang disusun oleh direksi atau yang setingkat serta
disetujui oleh dewan komisaris. Rencana kerja wajib disusun secara realistis dan
sekurang-kurangnya memuat:
a.
Rencana penghimpunan dana
b. Rencana penyaluran dana
c. Proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi yang
dirinci dalam 2 (dua) semester
d.
Rencana pengembangan Sumber Daya Manusia
e. Upaya yang dilakukan untuk
memperbaiki/meningkatkan kinerja bank dan upaya untuk menyelesaikan
perrmasalahan yang ada.
BPR wajib menyampaikan Rencana Kerja Tahunan kepada Bank Indonesia,
selambat-lambatnya pada akhir bulan Januari tahun yang bersangkutan dan BPRS
pelapor adalah kantor pusat BPRS. Dalam laporan berkala ini masih ada hal
lain yang harus di parhatikan antara lain : BPRS
pelapor wajib memiliki sistem dan prosedur konvensi yang di tuangkan
dalam suatu pedoman tertulis dan wajib menunjuk petugas dan penanggung jawab
untuk, menyusun dan menyampaikan laporan bulanan. BPRS dinyatakan
terlambat menyampaikan laporan bulanan apabiala melampaui batas waktu yang di
tetapkan sampai dengan tanggal 21 bulan berikutnya setelah berakhirnya
bulan laporan.
Dalam hal ini BPRS dibubarkan karena merger atau konsolidasi denganBPRS
lain sehingga tidak lagi menjadi BPRS Pelapor, BPRS tetap wajib menyampaikan
Laporan Bulanan untuk data akhir bulan laporan sebelum merger
atau konsolidasi. Dalam hal BPRS masih dalam proses akuisisi dan
sudah tidak beroperasilagi, BPRS Pelapor tetap wajib menyampaikan Laporan
Bulanan ke Bank Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Kasmir,
2012, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya,
Edisi Revisi,
Jakarta: Rajawali Pers.
Abdullah,
Tantri, 2012, Bank dan Lembaga Keuangan,
Edisi 1
Jakarta: Rajawali Pers.
Triandaru,
Budisantoso, 2006, Bank dan Lembaga
Keuangan Lain, Edisi 2
Jakarta: Salemba Empat.
Fauzia, Riyadi, 2014, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspekitif
Maqashid Al-Syariah, Edisi 1
Jakarta: PT Fajar Interpratama
Mandiri.
Manan
Abdul, 2012, Hukum Ekonomi Syariah,
Jakarta: Fajar Interpratama
Mandiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar