Minggu, 02 April 2017

Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (BPR dan BPRS)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR Dengan Prinsip Syariah

1.1  Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
1.1.1        Pengertian Bank Perkreditan Rakyat (BRP)
Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. BPR sendiri merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bahwa ada dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Landasan Hukum BPR ialah UU No.7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan membuat UU No.10/1998. Dalam UU tersebut secara tegas telah disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan segala kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil serta masyarakat di daerah pedesaan pada dasarnya. Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas maupun Perusahaan Daerah, atau Koperasi.
1.1.2        Sejarah Perkembangan BPR
Sejarah terbentuknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dimulai sejak jaman penjajahan Belanda, Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai sejak abad 19 dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat (BKR), yang dibangun dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh agar dapat melepaskan diri dari jeratan para lintah darat (rentenir) yang membebankan dengan bunga sangat tinggi. Pada masa Pemerintahan Koloni Belanda, Perkreditan Rakyat dikenal masyarakat dengan istilah Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, yang saat itu hanya ada di Jawa dan Bali. Tahun 1929 berdiri badan yang menangani kredit di pedesaan yaitu, Badan Kredit Desa (BKD) yang terdapat di pulau Jawa & Bali, sementara untuk Pengawasan dan Pembinaan, Pemerintah Kolonial Belanda membentuk Kas Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat, dengan nama lembaga yaitu Instansi Kas Pusat (IKP).
Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah mendorong pendirian bank-bank Pasar yang terutama sangat dikenal karena didirikan dilingkungan pasar dan bertujuan untuk memberikan pelayanan jasa keuangan kepada para pedagang pasar. Bank-bank Pasar tersebut kemudian berdasarkan Pakto 1988 dikukuhkan menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sejak itu  BPR di Indonesia tumbuh dengan subur. Pada tangal 27 Oktober 1988 Pemerintah menetapkan kebijakan diregulasi PerBankan yang dikenal sebagai Pakto 88, sebagai kelanjutan dari Pakto 88, Pemerintah mengeluarkan beberapa Paket ketentuan dibidang perbankan yang merupakan penyempurna ketentuan sebelumnya. Sejalan dengan itu, Pemerintah menyempurnakan UU No.14 Th.1967. Tentang pokok-pokok perbankan, dengan mengeluarkan undang-undang No.7 Th.1992 tentang perbankan. Undang-undang tersebut disempurnakan lebih lanjut dalam Undang-undang No.10 th.1998. Dalam undang-undang ini secara tegas ditetapkan bahwa jenis Bank di Indonesia adalah Bank Umum & Bank Perkreditan Rakyat (BPR). BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga Negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga Negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya. Bank umum dan BPR yang bentuk badan hukumnya Perseroan Terbatas sangat dimungkinkan untuk mengalami perubahan kepemilikan. Perubahan kepemilikan ini terutama karena bank umum dan BPR yang bentuk hukumnya Perseroan Terbatas dapat menerbitkan saham, meskipun hanya saham atas nama. Khusus untuk bank umum dapat menjual sahamnya melalui emisi saham di bursa efek. Saham yang harus diterbitkan berupa saham atas nama agar Bank Indonesia tetap dapat memonitor perubahan kepemilikan bank. Meskipun kepeilikan sangat mungkin terjadi dengan cara jual beli saham di bursa efek, tetapi mengingat sahamnya atas nama maka perubahan tersebut dapat terus dipantau oleh Bank Indonesia untuk tujuan pengawasan dan pembinaan.

1.1.3        Funsi BPR
Bank Perkreditan Rakyat juga  memiliki beberapa fungsi di antaranya adalah  dimana, Bank Perkreditan Rakyat yang biasa disingkat dengan BPR adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, atapun bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Fungsi BPR tidak hanya sekedar menyalurkan kredit kepada para pengusaha mikro, kecil dan menengah, tetapi juga menerima simpanan dari masyarakat. Dalam penyaluran kredit kepada masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, karena proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sederhana, dan sangat mengerti akan kebutuhan Nasabah. BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bawah ada dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan BPR.

1.1.4        Usaha BPR
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan.  Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :
1.      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.      Memberikan kredit.
3.   Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
4.   Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.
Akan tetapi ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
1.      Menerima simpanan berupa giro.
2.      Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3.      Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
4.      Melakukan usaha perasuransian.
5.      Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

1.2   Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
1.2.1        Pengertian BPRS
Bank Perkreditan Rakyat Syariah atau sering disebut BPR Syariah adalah salah satu lembaga keuangan perbankan syariah, yang pola oprasionalnya mengikuti prinsip-prinsip syariah ataupun muamalah islam. Dimaksudkan dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah BPR biasa yang oprasionalnya mengikuti prinsip-prinsip muamalah. Usaha Bank Perkreditan Rakyat (termasuk BPR Syariah) meliputi penyediaan  pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil keuntungan sesuai dengan yang ditetapkan dalam PP No.72 Tahun 1992 Tanggal 30 Oktober 1992.  Menurut peraturan pemerintah tersebut, Bank (Bank Umum maupun BPR) yang melakukan usaha semata-mata dengan prinsip bagi hasil berdasarkan Syariah yang digunakan oleh Bank berdasarkan prinsip bagi hasil dalam menetapkan imbalan:
a.         Yang akan diberikan kepada masyarakat sehubung dengan dana masyarakat yang dipercayakan pada Bank.
b.         Yang akan diterima sehubung dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja.
c.              Yang akan diterima sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan.   

1.2.2        Sejarah Perkembangan
Bank Perkreditan Rakyat (BPRS) pertama kali dikenalkan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada akhir tahun 1977, pada masa BRI menjalankan tugasnya yaitu sebagai Bank Pembina lumbung desa, bank pasar, bank desa, dan bank pegawai. Pada masa itu seluruh bank tersebut diberi nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Menurut Keppres No. 38 tahun 1988 yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah jenis bank yang tercantum dalam ayat (1) pasal 4 UU.No. 14 tahun 1967 yang meliputi bank desa, lumbung desa, bank pasar, bank pegawai dan bank lainnya. Sebagian dari paket kebijakan moneter dan perbankan, status hukum Bank Perkreditan Rakyat (BRP) baru diakui pertama kali dalam pakto tanggal 27 Oktober 1988. BPR yang merupakan wujud dari beberapa lembaga keuangan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD). Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) , Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bnak Karya Desa (BKPD) dan beberapa lembaga lainnya. Kemudian sejak dikeluarkannya UU No 7 Tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, keberdaan lembaga-lembaga keuangan tersebut sttaus hukumnya diprjelas melalui ijin dari Menteri Keungan.
Dalam perkembangannya BPR yang tumbuh semakin banyak yang menggunakan prosedur-prosedur Hukum Islam sebagai dasar pelaksanannya serta diberikan nama BPR Syariah. BPRS yang pertama kali berdiri adalah PT. BPR Dana Mardhatillah, yang berada di Kecamatan Margahayu, Bndung. PT BPR Berkah Amal Sejahtera, yang berada di  Keacamatan Padalarang, Bandung dan PT Amanah Rabbbaniyah, yang berada di kecamatan Banjaran, Bandung. Pada tanggal 8 Oktober 1990, ketiga BPR Syariah tersebut telah mendapat ijin prinsip dari Materi Keuangan RI dan mulai beriperasi pada tanggal 19 Agustus 1991.
Di lain sisi, latar belakang didirikannya BPRS adalah sebagai langkah aktif daam restrukturasi, perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam paket kebijakan, keuangan, moneter, dan perbankan secara umum. Secara khusu mengisi peluang terhadap kebijakan bank dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest) yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai system perbankan bagi hasil atau system perbankan Islam dalam skala outlet retail banking (rural bank). UU No 10 tahun 1998 merubah UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Nampak lebih jelas dan tegas mengenai status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13, usaha Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 13 huruf C berbunyi ; Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prisip syariah, sesuai dengan ketntuan yang ditetapkan oleh BI. Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk SK Direksi BI No. 32/34/Krp/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah Direksi BI No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran Bing Bank Perkreditan No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah. Sejak awal kemunculannya hingga November 1002 perkambangan Bank Syariah yang terus berkembang pesat dan membuahkan 81 BPRS. BPRS tersebut pada 18 provinsi yang berada di Indonesia.
1.2.3        Syarat Pendirian BPRS
Ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pendirian BPRS :
a.        Persyaratan Umum
1.        Memperoleh izin dari Menkeu RI dengan pertimbangan BI
2.        Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan PT
3.        Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan PT
4.        Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I dan Dati II
5.        Wilayah pelayanan mencakup desa – desa dan perkotaan di satu wilayah kecamatan kedudukan BPRS
6.        Usaha meliputi tabungan dan deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pengusaha kecil
7.        Modal disetor minimal Rp 50.000.000,-
8.        Penanaman modal aktiva tidak boleh melebihi 50% dari modal sendiri
9.        Mayoritas direksi harus berpengalaman dalam operasional bank minimal satu tahun.
b.        Permohonan Izin Arsip
1.      BPRS berbentuk PT
a.    Siapkan modal disetor minimal Rp 15.000.000,-  atau 30% dari total modal disetor
b.     Siapkan minimal dua nama yang akan dipakai BPRS dan selanjutnya minta persetujuan ke Departemen Kehakiman
2.        BPRS tidak berbentuk PT
Menyesuaikan diri dengan ketentuan yang telah digariskan oleh departemen terkait seperti :
a.         Permohonan Izin Arsip
Mengajukan permohonan tertulis ke Menkeu RI dengan melampirkan :
Ø  Rencana akte pendirian dan AD BPRS
Ø  Rencana kerja BPRS pada tahun pertama
Ø  Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah
Ø  Photocopy bukti setoran sebesar Rp 15.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah
c.         Permohonan Izin Usaha
Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menkeu RI dengan melampirkan :
Ø  Photocopy bukti setoran sebesar Rp 35.000.000,- pada rekening Menkeu pada bank pemerintah
Ø  Copy AD BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI
Ø  Photocopy NPWP BPRS
Ø  Menyampaikan prosedur dan sisitem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan
Ø  Mengirimkan data pengurus BPRS
Ø  Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS
d.        Persiapan Pra Operasional BPRS
BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat untuk memperoleh WDP ( Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU ( Surat Izin tempat Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan operasionalnya selambat – lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS pun harus melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan mempersiapkan logo bank.
e.         Laporan Pembukuan
Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan kepada BI setempat dengan melampirkan Neraca Awal.

1.2.4        Tujuan Pendirian BPRS
Adapun tujuan yang dikehendaki dengan berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah:
1.      Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam terutama masyarakat golongan ekonomi.
2.      Meningkatkan peningkatan perkapita
3.      Menambah lapangan kerja terutama di kecamatan-kecamatan.
4.      Mengurangi urbanisasi
5.      Membina semangat ukhuah islamiah melalui kegiatan ekonomi

1.2.5        Penilaian Kesehatan BPRS
Untuk tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarakan prinsip syariah (BPRS), Bank Indonesia mengeluarkan aturan baru yang muali berlaku 4 Desember 2007, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/17/PBI/2007 perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah mengatur  penilaian tingkat kesehatan BPRS mencakup penilaian di antaranya :
1.        Faktor permodalan (capital)
2.        Faktor kualitas asset (asset quality)
3.        Faktor rentabilitas (earning)
4.        Dan factor likuiditas (liquidity) atau faktor keuangan dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
5.        Penilaian atas kompenen dari faktor manajeman (management) yang dilakuakn secara kualitatif.
Rincian penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut :
1.        Penilaian secara kualitatif dilakukan dengan mempertimbangkan indicator pendukung dan pembanding yang relevan.
2.        Peringkat setiap komponen pembentuk faktor keuangan terdiri dari peringkat 1,2,3,4,dan 5.
3.        Peringkat setiap komponen pembentuk faktor manajemen terdiri dari peringkat A,B,C,D.
4.        Proses penilaian peringakt faktor keuangan dilakukan dengan pembobotan atas nilai peringkat faktor permodalan, kualitas asset, rentabilitas, dan likuiditas.
5.        Berdasarkan hasil penilaian peringakt faktor keuanagn dan penilaian peringkat faktor manajemen, ditetapkan peringkat komposit yang merupakan peringakt akhir hasil penilain tingakt kesehatan bank.
6.        Proses penilaian peringkat komposit dilaksanakan melalui penggabungan atas peringkat faktor keuanagn dan peringkat manajemen menggunakan table konversi dengan mempertimbangakn indicator pendukung dan unsure judgment.

Kemudian, untuk menentukan Peringkat Komposit yang merupakan peringkat akhir hasil penilaian Tingkat Kesehataan Bank ditetapkan sebagai berikut :

No
Peringkat
Keterangan
1.


2.

3.


4.


5.
Komposit 1


Komposit 2

Komposit 3


Komposit 4


Komposit 5
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang sangat baik.
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang baik sebagai haasil dari pengelolaan usaha yang baik.
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang cukup baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang cukup baik.
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang kurang baik sebagai akibat dari pengelolaan usaha yang kurang baik.
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang tidak baik sebagai akibat dari pengelolaan usaha yang tidak stabil.
Dengan kata lain, berarti setiap komposit memberikan penilaian terhadap kondisi kesehatan bank berikut ini :
1.        Peringkat Komposit 1; mencerminkan bahwa bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang sangat baik.
2.        Peringkat Komposit 2; mencerminkan bahwa bank memliki kondisi tingkat kesehatan yang baik sebagai hasil pengelolaan usaha yang baik.
3.        Peringkat Komposit 3; mencerminkan bahwa bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang cukup baik sebagai hasil pengelolaan usaha yang cukup baik.
4.        Pringkat Komposit 4; mencerminkan bahwa bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang kurang baik sebagai akibat pengelolaan usaha yang kurang baik.
5.        Peringkat Komposit 5; mencerminkan bahwa Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang tidak baik sebagai akibat pengelolaan usaha yang tidak baik.
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) wajib melakukan penghitungan rasio-rasio keuangan yang terkait dengan penilaian Tingkat Kesehatan BPRS secara triwulan, untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember.

1.2.6        Kegiatan Usaha BPRS
Sebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
1.     Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.     Memberikan kredit.
3.      Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4.    Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

1.2.7        Badan-Badan Pengembang BPRS
Dalam rangka meningkatkan dan mengembankan kegiatam dan pelaksanaan yang ada dalam  badan usaha BPR syariah maka suatu badan dari BPR syariah menyelengarakan dan membentuk suatu kegiatan yang dapat meningkatkan BPR syariah yakni dengan memberikan pelatihan, pendidikan dan tehnical asissistance untuk BPR syariah yang akan tumbuh. Hingga saat ini minimal sudah terbentuk 2 yayasan yang turut serta dalam pengembangan kegiatan BPR syariah anatara lain :
1.      IESD (institute for syariah economic development)
Dalam hal ini secara bebrkesi nambungan IESD akan terus melakanakan program pendirian/ pemberian bantuan teknis kepada BPR syariah di Indonesia khsusunya daerah potensial umat islam. Dan ada beberapa program yang yang telah dilaksanakan yakni berupa teknis bagi pendirian BPR syariah diberbagai tempat di Indonesia.
2.      Badan yang membantu dalam kegiatan Yayasan Pendidikan dan pengembangan Bank Syariah  (YPBS)
Merupakan suatu bentuk kerja sama antara bank muamalat Indonesia dengan ICMI. Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan mengembangkan BPR syariah di seluruh tanah air. Kegiatan – kegiatan YPBS antara lain :
a.         Pendidikan baik basic untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi, maupun intermediate bagi para praktisi yang telah memiliki minimal 2 tahun pengalaman di sector perbankan.
b.        Membantu proses pendirian.
c.         Memberikan technical assistance.
d.        Selain dari beberapa usaha yang telah dilakukan diatas ada hal lain yang di usahakan untuk meningkatkan kegiatan operasional dalam BPR syariah yang berkaitan dengan pendidikan yakni berupa pengembangan inkubasi bisnis (INBIS).
3.      Pengembangan Inkubasi Bisnis (INBIS)
Berdasarkan riset yang dilakukan Bank Indonesia, Pengembangan INBIS melibatkan perguruan tinggi sebagai upaya mempersiapkan perguruan tinggi menuju entrepreneurial university melalui pengembangan budaya kewirausahaan dengan cara :
a.       Menumbuh kembangkan budaya kewirausahaan di lingkungan perguruan tinggi.
b.      Mewujudkan sinergi potensi perguruan tinggi dengan potensi dunia usaha sehingga  dapat menumbuhkembangkan IPTEK sesuai kebutuhan.
c.       Mendorong pemanfaatan potensi bisnis akademik dan nonakademik yang bernilai   komersial.
d.      Meningkatkan peluang keberhasilan wirausaha baru melalui kegiatan pelayanan konsultasi terpadu.
e.       Menumbuh kembangkan kegiatan-kegiatan yang mendorong terwujudnya unit-unit usaha sebagai sumber pendapatan (income generating unit) di perguruan tinggi dalam mengantisipasi otonomi perguruan tinggi.
b.      Dan Lembaga/departemen yang berperan dalam Inkubator Bisnis antara lain Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Kementerian Riset dan Teknologi serta Departemen Pendidikan Nasional.
1.2.8        Laporan Wajib yang Wajib Dilaporkan BPRS
A.   Dalam Ketentuan Umum
1)      BPRS Pelapor bertanggungjawab atas kebenaran dan kelengkapan isi  Laporan Bulanan serta ketepatan waktu penyampaian Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia.
2)      BPRS wajib menyampaikan laporan BMPK kepada Bank Indonesia yang berisi :
Ø   Fasilitas kredit kepada peminjam dan kelompok peminjam yang melampaui BMPK
Ø     Seluruh fasilitas kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan BPR.
Ø   Laporan tersebut wajib disampaikan setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.

B.       Laporan Berkala
Adalah laporan keuangan dan hasil usaha yang terdiri dari neraca, laba rugi, rekening-rekening administratif dan daftar rincian pos-pos neraca dimaksud. Laporan Bulanan BPR wajib disampaikan selambat-lambatnya tanggal 14 (empat belas) setelah berakhirnya bulan laporan, sementara Laporan Bulanan Gabungan bagi BPR yang memiliki Kantor Cabang selambat-lambatnya tanggal 16 (enam belas) setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.
Laporan Bulanan BPRS yang selanjutnya disebut Laporan Bulanan adalah laporan keuangan yang disusun oleh BPRS untuk kepentingan Bank Indonesia, yang disajikan menurut sistematika yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam format dan definisi yang seragam serta dilaporkan dengan menggunakan sandi-sandi dan angka. Laporan Bulanan yang mencakup seluruh aspek keuangan dalam BPRS antara lain :
a.       Neraca
b.      Daftar Rincian Laba Rugi
c.       Rekening Administratif
d.      Daftar Rincian dari pos-pos dalam neraca dan pos-pos tertentu dari rekening administratif serta rincian informasi penting lainnya.

C.       Rencana Kerja Tahunan
Adalah rencana kegiatan dan anggaran selama 1 (satu) tahun takwim yang disusun oleh direksi atau yang setingkat serta disetujui oleh dewan komisaris. Rencana kerja wajib disusun secara realistis dan sekurang-kurangnya memuat:
a.         Rencana penghimpunan dana
b.      Rencana penyaluran dana
c.       Proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi yang dirinci dalam 2 (dua) semester
d.      Rencana pengembangan Sumber Daya Manusia
e.       Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki/meningkatkan kinerja bank dan upaya untuk menyelesaikan perrmasalahan yang ada.
BPR wajib menyampaikan Rencana Kerja Tahunan kepada Bank Indonesia, selambat-lambatnya pada akhir bulan Januari tahun yang bersangkutan dan BPRS pelapor adalah kantor pusat BPRS. Dalam laporan berkala ini  masih ada hal lain yang harus di parhatikan antara lain : BPRS pelapor wajib  memiliki sistem dan prosedur konvensi yang di tuangkan dalam suatu pedoman tertulis dan wajib menunjuk petugas dan penanggung jawab untuk, menyusun dan menyampaikan laporan bulanan. BPRS dinyatakan terlambat menyampaikan laporan bulanan apabiala melampaui batas waktu yang di tetapkan sampai dengan tanggal 21 bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. Dalam hal ini BPRS dibubarkan karena merger atau konsolidasi denganBPRS lain sehingga tidak lagi menjadi BPRS Pelapor, BPRS tetap wajib menyampaikan Laporan Bulanan untuk data akhir bulan laporan sebelum merger atau konsolidasi. Dalam hal BPRS masih dalam proses akuisisi dan sudah tidak beroperasilagi, BPRS Pelapor tetap wajib menyampaikan Laporan Bulanan ke Bank Indonesia.


















DAFTAR PUSTAKA

Kasmir, 2012, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi,
                 Jakarta: Rajawali Pers.
Abdullah, Tantri, 2012, Bank dan Lembaga Keuangan, Edisi 1
                 Jakarta: Rajawali Pers.
Triandaru, Budisantoso, 2006, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Edisi 2
                 Jakarta: Salemba Empat.
Fauzia, Riyadi, 2014, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspekitif Maqashid Al-Syariah, Edisi 1
                 Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri.
Manan Abdul, 2012, Hukum Ekonomi Syariah,
                 Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengertian Wiraswasta dan Wirausaha

A.     PENGERTIAN WIRASWASTA 1.       Menurut Sumahawijaya [1980]: wiraswasta memuat sifat keberanian, keutamaan, keteladanan, dan sem...